TANJUNG SELOR – Pengadilan Negeri (PN) Kelas IB Tanjung Selor menunda sidang perdana kasus dugaan penambangan batu bara ilegal oleh PT Pipit Mutiara Jaya (PMJ) pada Senin (20/10/2025).

Ketua Majelis Hakim Juply Sandria Pasanriang bersama anggota Made Riyaldi dan Wiarta Trilaksana memutuskan penundaan setelah terdakwa utama Juliet Kristianto Liu menyampaikan bahwa dirinya tidak memahami bahasa Indonesia secara penuh.


Terdakwa Utama Mengaku Sulit Berbahasa Indonesia

Juliet yang berusia 69 tahun menjelaskan bahwa ia hanya memahami sekitar 40 persen bahasa Indonesia. Ia memegang saham mayoritas dan menjadi pemilik PT PMJ.

Perempuan kelahiran Taipei, Taiwan, itu kini berstatus Warga Negara Indonesia dan tinggal di Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Walau sudah lama menetap di Indonesia, Juliet belum lancar berbahasa Indonesia, sehingga memerlukan penerjemah selama sidang berlangsung.


Jalannya Sidang Virtual

Majelis Hakim memimpin sidang secara virtual. Tiga terdakwa — M. Yusuf (47) sebagai Direktur, Joko Rusdiono (62) sebagai Kepala Teknik Tambang (KTT), dan Juliet Kristianto Liu (69) sebagai pemilik perusahaan — mengikuti sidang dari Lapas Tarakan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ari Wibowo turut bergabung secara daring dari Kantor Kejaksaan Negeri Bulungan. Tiga dari delapan penasihat hukum terdakwa, yaitu Iqbalsyah Muktiyadi, Ahmad Syarinawi, dan Puspita Dewi, hadir langsung di ruang sidang.

Sebelum sidang dimulai, Ketua Majelis Hakim memastikan kondisi kesehatan dan kesiapan seluruh pihak, termasuk terdakwa, jaksa, serta penasihat hukum. Setelah semua siap, JPU mulai membacakan dakwaan.

Namun, pembacaan berhenti ketika Juliet mengaku tidak memahami isi dakwaan. “Saya hanya mengerti sekitar empat puluh persen,” ujarnya di hadapan majelis.


Majelis Hakim Putuskan Sidang Ditunda

Ketua Majelis Hakim Juply Sandria menjelaskan bahwa persidangan tidak bisa berlanjut tanpa penerjemah resmi. “Kami akan menghadirkan penerjemah sesuai aturan KUHAP agar hak terdakwa tetap terlindungi,” tegasnya.

Ia merujuk pada Pasal 177 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur pendampingan penerjemah bagi terdakwa yang tidak memahami bahasa Indonesia. Majelis kemudian menjadwalkan ulang sidang ke Senin, 27 Oktober 2025, sambil menunggu penerjemah bersertifikat.


Latar Belakang Kasus

Kasus tambang ilegal PT PMJ berawal dari aktivitas penambangan tanpa izin di Desa Bebatu, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung (KTT). Kegiatan tersebut menimbulkan kerusakan lingkungan yang cukup parah dan memicu perhatian publik nasional.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Tanjung Selor menjatuhkan vonis bersalah kepada PT Pipit Mutiara Jaya. Pengadilan menetapkan denda pokok sebesar Rp50 miliar dan denda tambahan Rp35 miliar sebagai ganti rugi kerusakan lingkungan.

Pengadilan Tinggi Kalimantan Utara kemudian menguatkan putusan tersebut. Hakim menyatakan bahwa pemilik, direktur, dan kepala teknik tambang mengetahui aktivitas tambang ilegal itu. Jika perusahaan tidak membayar denda sesuai ketentuan, jaksa akan menyita aset perusahaan.


Dampak Lingkungan dan Harapan Publik

Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan. Pemerhati lingkungan berharap proses hukum berjalan transparan dan tuntas agar menjadi pelajaran bagi pelaku industri tambang di Indonesia.(Cka)


📍 NETIZEN BORNEO — Suara Warga Kalimantan, Mata Hati Borneo
🌐 www.magenta-spoonbill-744011.hostingersite.com
📱 Instagram & Threads: @netizen_neo | Threads
🎥 TikTok: @netizen__neo
📘 Facebook: Netizen Borneo
📩 Email: netizen.neo@hotmail.com
💬 WhatsApp: 0896-4642-1855